Thursday 1 December 2011

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘demos’ artinya rakyat dan ‘kratos/kratein artinya pemerintahan. Jadi, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yang artinya: pemerintahan di mana rakyat memegang peranan penting.
Itulah pengertian demokrasi dilihat dari asal katanya.

Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha membangun sistem politik demokrasi sejak mengatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada tahun 1945. Namun, banyak kalangan berpendapat bahwa sesungguhnya negara Indonesia hingga sekarang ini masih tahap “Demokratisasi”. Artinya, demokrasi yang kini di bangun belum benar-benar berdiri dengan mantap.

Para founding fathers (pendiri negara) berkeinginan kuat agar sistem politik Indonesia mampu mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap tumpah darah  Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam perdamaian dunia. (sama seperti tujuan yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945).

DEMOKRASI ORDE LAMA

a.    Masa demokrasi Liberal (1950 – 1959)

b.    Masa demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)

Demokrasi Liberal (17 Agustus – 5 Juli 1959)

17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia.
29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo.
Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Badan ini bertujuan untuk membantu tugas Presiden. Hasilnya antara lain :
1) Terbentuknya 12 departemen kenegaraan dalam pemerintahan yang baru.
2) Pembagian wilayah pemerintahan RI menjadi 8 provinsi yang masing-masing terdiri dari beberapa karesidenan.
Namun, kebebasan dan kemerdekaan berdemokrasi di dalam KNIP justru mengusung pemerintah RI kepada sistem parlementer untuk menghindari kekuasaan Presiden yang terpusat.
Akibatnya, suara rakyat terpecah-pecah ke dalam banyak partai dampak negatifnya adalah adanya sikap politik yang saling menjatuhkan antara partai yang satu dengan partai yang lainnya.
Peristiwa jatuh bangunnya kabinet dapat di lihat sebagai berikut :
a.       Kabinet Natsir (6 September 1950-27 April 1951)
Adalah kabinet pertama yang memerintah pada masa demokrasi liberal. Natsir berasal dari Masyumi.
b.      Kabinet Soekiman-Soewiryo (27 April1951-3 April 1952)
Dipimpin oleh Soekiman-Soewiryo dan merupakan kabinet koalisi Masyumi-PNI
c.       Kabinet Wilopo (3 April-3 juni 1953)
Merintis sistem zakat kabinet,bahwa kabinet yang terbentuk terdiri dari para ahli di bidangnya masing-masing.
d.      Kabinet Ali sastrowijoyo I (31 juli1953-12 Agustus 1955)
Kabinet terakhir sebelum pemilihan umum, didukung oleh PNI-NU sedangkan Masyumi menjadi oposisi.
e.       Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1953-12 Agustus 1955)
  1. Kabinet Ali II ( 20 Maret 1955-14 Maret 1957), kabinet koalisi PNI, Masyumi, dan NU
g.      Kabinet Juanda (9 April 1957) merupakan zaken kabinet.

7 Oktober 1945 lahir memorandum yang ditandatangani oleh 50 orang dari 150 orang anggota KNIP.
Isinya antara lain :
1)      Mendesak Presiden untuk segera membentuk MPR.
2)      Meminta kepada Presiden agar anggota-anggota KNIP turut berwenang melakukan fungsi dan tugas MPR, sebelum badan tersebut terbentuk.
16 Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945,
yang isinya :
“Bahwa komite nasional pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN,
serta menyetujui bahwa pekerjaan komite-komite pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada komite nasional pusat.”
3 November 1945, keluar maklumat untuk kebebasan membentuk banyak partai atau multipartai sebagai persiapan pemilu yang akan diselenggarakan bulan Juni 1946.
14 November 1945 terbentuk susunan kabinet berdasarkan sistem parlementer (Demokrasi Liberal).
Sejak berlakunya UUDS 1950 pada 17 Agustus 1950 dengan sistem demokrasi liberal selama 9 tahun tidak menunjukkan adanya hasil yang sesuai harapan rakyat.
Bahkan, muncul disintegrasi bangsa.
Antara lain :
1)      Pemberontakan PRRI, Permesta, atau DI/TII yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
2)      Konstituante tidak berhasil menetapkan UUD sehingga negara benar-benar dalam keadaan darurat.
Untuk mengatasi hal tsb dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Hal ini menandakan bahwa Sistem demokrasi liberal tidak berhasil dilaksanakan di Indonesia, karena tidak sesuai dengan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia.

Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
            Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka demokrasi liberal diganti dengan demokrasi terpimpin. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan sistem demokrasi terpimpin.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
            1. Dominasi Presiden
            2. Terbatasnya peran partai politik
            3. Berkembangnya pengaruh PKI
Sama seperti yang tercantum pada sila ke empat Pancasila, demokrasi terpimpin adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan “Pemimpin Besar Revolusi”. Menurut UUD 1945, preside nada di bawah MPR, namun dalam kenyataan tunduk pada presiden. Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden.
Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945, yaitu :
1.   Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
2.   Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
3.   Jaminan HAM lemah
4.   Terjadi sentralisasi kekuasaan
5.   Terbatasnya peranan pers
6.   Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Situasi politik pada masa demokrasi terpimpin diwarnai tiga kekuatan politik utama yaitu
Soekarno, PKI, dan angkatan darat

Ketiga kekuatan tersebut saling merangkul satu sama lain. Terutama PKI membutuhkan Soekarno untuk menghadapi angkatan darat yang menyainginya dan meminta perlindungan. Begitu juga angkatan darat, membutuhkan Soekarno untuk legitimasi keterlibatannya di dunia politik.

Dalam demokrasi terpimpin, apabila tidak terjadi mufakat di sidang legislatif, maka permasalahan itu diserahkan kepada presiden sebagai pemimpin besar revolusi untuk dapat diputuskan dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat (sesuai Peraturan Tata Tertib Peraturan Presiden).
Jadi, rakyat maupun wakil rakyat tidak memiliki peranan penting dalam Demokrasi Terpimpin. Akhirnya, Pemerintahan Orde Lama beserta Demokrasi terpimpinnya jatuh setelah terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965 dengan diikuti krisis ekonomi yang cukup parah hingga dikeluarkannya Supersemar (Surat perintah sebelas Maret).

DEMOKRASI ORDE BARU
Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan  dalam permusyawaratan/perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan pengalaman Orde Lama, pemerintahan Orde Baru berupaya menciptakan stabilitas politik dan keamanan untuk menjalankan pemerintahannya.
            Namun kenyataannya justru mengekang kelompok-kelompok kepentingan dan parpol lain yang menginginkan perubahan demokrasi dg merangkul AD sbg kekuatan birokrasi di proses politik.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
1.   Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2.   Rekrutmen politik yang tertutup
3.   Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4.   Pengakuan HAM yang terbatas
5.   Tumbuhnya KKN yang merajalela
Terlebih dengan krisis ekonomi yang hampir terjadi di seluruh dunia.
Pada masa Orde Baru, krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai terasa pada pertengahan 1977. Hal ini menyebabkan :
1)      Menurunkan legitimasi pemerintahan Orde Baru.
2)      Mendorong meluasnya gerakan massa untuk menuntut perubahan tata pemerintahan.
Dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presiden tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada presiden, sehingga terjadilah penyalahgunaan kekuasaan, media massa dan rakyat dibayang-bayangi ketakutan apabila ingin membeberkan berita, kritik, ungkapan realistis di masyarakat kecuali mendapat izin dari pemerintah.

Sebab jatuhnya Orde Baru :
1.   Hancurnya ekonomi nasional (krisis ekonomi)
2.   Terjadinya krisis politik
3.   TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
4.   Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun      jadi Presiden
5.   Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.
Akibat adanya tuntutan massa untuk diadakan reformasi di dalam segala bidang, rezim Orde Baru tidak mampu mempertahankan kekuasaannya.
Dan terpaksa Soeharto mundur dari kekuasaannya dan kekuasaannya dilimpahkan kepada B. J. Habibie. Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Masa Reformasi (1998-sekarang)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis,     dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR - MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1.   Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2.   Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3.   Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4.   Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5.         Amandemen UUD 1945 yang sudah sampai amandemen I, II, III, IV

Pada masa ini, Kepemimpinan rezim B. J. Habibie tidak ada legitimasi dan tidak mendapat dukungan sosial politik dari sebagian besar masyarakat.
Akibatnya B. J. Habibie tidak mampu mempertahankan kekuasaannya.

Kemudian, melalui pemilu presiden yang ke-4 K. H. Abdurrahman Wahid terpilih secara demokratis di parlemen sebagai Presiden RI.
Akan tetapi, karena K. H. Abdurrahman Wahid membuat beberapa kebijakan yang kurang sejalan  dengan proses demokratisasi itu sendiri, maka pemerintahan sipil K. H. Abdurrahman Wahid terpaksa tersingkir dengan melalui proses yang cukup panjang serta melelahkan di parlemen.
            Transisi menuju demokratisasi beralih dari K. H. Abdurrahman Wahid ke Megawati Soekarnoputri melalui pemilihan secara demokratis di parlemen.
Proses pemerintahan demokrasi pada masa Megawati Soekarnoputri masih cukup sulit untuk dievaluasi dan diketahui secara optimal.
            Akibatnya, ketidakpuasaan akan pelaksanaan pemerintahan dirasakan kembali oleh rakyat dan hampir terjadi krisis kepemimpinan.
            Rakyat merasa bahwa siapa yang berkuasa di pemerintahan hanya ingin mencari keuntungan semata, bukan untuk kepentingan rakyat.
Hingga Pada kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, (2004-2009) pemerintahan diuji kembali
Terima Kasih atas perhatiannya

0 comments:

Post a Comment